Ramen halal di Naritaya |
Semoga mimpi kami berempat bisa kesampaian suatu saat. Inshaa Allah. Sementara baru dua kontributor mengunjungi Tokyo dan sekitarnya. Selain berwisata, kami tentunya melirik aneka pernak-pernik alat bento, serta berwisata kuliner. Cari yang halal, tentunya. Tentang pernak-pernik bento, nanti bakal dijadikan artikel tersendiri, yah. :)
Sekitar satu minggu berada di Tokyo, tak setiap waktu makan kami berwisata kuliner. Harga makanan di Tokyo relatif mahal buat kami. Biasanya hanya siang hari kami makan di luar. Pagi dan malam hari masak sendiri di penginapan. Paling nggak masak nasi. Lauknya sederhana saja. Bisa pakai taburan nori. Atau beli ikan salmon goreng di supermarket.
Kami sengaja pilih menginap di penginapan. Selain dapat space lebih luas, penginapan berbentuk apartemen kecil ini memiliki dapur sendiri. Hotel dan hostel Jepang kecil-kecil. Karena bisa masak sendiri, jadi berasa lebih hemat, deh.
Kuliner Halal di Jepang
Camilan halal di masjid Tokyo |
Walau memang belum semudah di kota-kota besar di Eropa, menurut saya, perkembangan ini patut disyukuri. Alhamdulillah.
Berbagai informasi mengenai keberadaan kuliner halal di Jepang bisa kita dapatkan melalui internet. Di media sosial, terdapat grup yang membahas mengenai apa saja yang halal dikonsumsi di negeri matahari terbit ini. Dan jika mau, kita juga bisa mengunduh aplikasinya di smartphone. Asal kita mau berusaha sedikit, inshaa Allah bisa kita dapatkan info-info #kulinerhalalJepang yang kita butuhkan.
Makan Ramen di Naritaya
Di bandara Narita, saat baru datang, kami mengambil sebuah peta halal Tokyo. Paling tidak kami telah mendapat informasi mengenai beberapa info makanan halal di kota ini. Memang tidak terlalu lengkap, tapi sudah sangat membantu kami.
Sebelum ke Jepang, saya udah berniat mencicipi ramen di negeri asalnya. Yang berlabel halal tentunya. Ada satu info mengenai Naritaya. Sebuah warung ramen di Asakusa. Asakusa merupakan sebuah kawasan yang ramai oleh turis.
Rumah Makan Naritaya, Asakusa |
Lokasi Naritaya tidak jauh dari Kuil Senshoji. Dia berada di antara pertokoan yang sudah tutup di sore hari. Rupanya sang pemilik tahu kami mencari restonya. Mungkin melihat kami menggunakan hijab.
"Naritaya here! Naritaya here!" panggilnya dari kejauhan.
Syukurlah. Jadi lebih gampang ketemunya.
"Naritaya here! Naritaya here!" panggilnya dari kejauhan.
Syukurlah. Jadi lebih gampang ketemunya.
Dari luar Naritaya terlihat seperti warung lain di Jepang. Pemiliknya bukan orang Jepang. Dan masih terlihat muda. Beliau berasal dari Pakistan. Bahasa Inggrisnya bagus. Setelah mengucap salam, beliau menunjukkan menu yang menempel di dinding.
"Silakan Anda pilih menunya di sana. Baru pesan. Duduknya bisa di sini atau di lantai atas. Di atas juga ada tempat sholat."
Saya memesan ramen aja. Sementara Lia pesan ramen serta chicken Karaage. Kami duduk di dekat tempat masak. Ada dua orang lain selain pemilik resto. Seorang wanita yang melayani kami, serta seorang tukang masak. Keduanya berasal dari Srilanka dan Pakistan.
Sembari menunggu, kami pun mengobrol dengan pemilik warung.
"Enam puluh persen pelanggan kami berasal dari Indonesia dan Malaysia. Sisanya dari negara lain," katanya.
Pantas saja. Tak lama setelah kami datang, datang serombongan turis Malaysia. Tak lama, si Embak pramusaji datang membawakan pesanan kami. Semangkok besar ramen. Itadakimasu!
Isi mangkoknya berupa: mie ramen yang panjang dan kurus, potongan ayam, setengah telur rebus, sejumput bayam rebus, potongan daun bawang dan selembar kecil nori. Kuah supnya agak kehitaman. Baunya agak aneh. Bau bayam. Dengan penasaran, saya aduk-aduk, agar cepat dingin. Slrpppp, seruputan pertama, kok rasanya agak aneh, ya?
"Li, kok rasanya agak pahit, ya?"
"Masak sih, Mbak?"
Apakah rasa ramen memang seperti ini? Saya belum pernah makan ramen sebelumnya, meski ramen instan sekali pun. Ketika mencicipi Chicken Karaage-nya, minyaknya masih sangat banyak, serta gorengnya kurang garing. Jadi agak eneg.
Agak kecewalah saya makan ramen untuk pertama kali ini. Mungkin saya salah pesan, yah. hehehe. Lia juga pesan Wagyu beef untuk dibawa pulang. Katanya enak.
Oh ya, saya juga sempat melihat tempat sholat di lantai atas. Saya pikir bentuknya seperti musholla. Nyatanya sebuah ruangan kecil bisa dipakai sholat satu orang saja. Tapi lumayanlah. Bisa numpang sembahyang ketika udah masuk waktunya.
Semangkuk ramen yang saya makan harganya 700 yen. Atau sekitar Rp. 90.000,-. Itu ramen termurah di warung ini. Kalau ditambah chicken Karaage seperti punya Lia jadi 1.000 yen.
Naritaya Ramen
Japan, 〒111-0032 Tokyo, 台東区Asakusa, 2−7−13
Kafe Sekai Asakusa
Kedua kalinya ke Asakusa, saya menjajal tempat makan lainnya. Tempat makan ini letaknya sekitar 50 meter dari shopping street terkenal Asakusa, yakni Jalan Nakamise. Lumayan mudah dicari.
Kafe Sekai, Asakusa |
Kafe Jepang ini nuansanya lebih internasional. Beberapa turis asing, dan juga serombongan turis Malaysia membersamai saya di sana. Sekai menyediakan makanan halal, organik, dan vegetarian. Semua pekerjanya orang Jepang. Namun rata-rata bisa berbahasa Inggris.
Melihat-lihat menu di kafe ini, saya agak keder. Menu termurah sekitar 1.000 yen. hehehe. Tokyo emang mahal, bhok. Harga makanannya kurang ramah kantong turis pas-pasan seperti saya. Isi menunya bukan masakan khas Jepang. Lebih ke #fushionfood masakan internasional. Ada masakan Thailand dan schnitzel ayam.
Mie soba goreng |
Saya pilih yang termurah. Mie soba goreng. Sudah lama saya juga ingin tahu rasanya soba. Pas mie-nya datang, ada penampakan seperti potongan daging. Langsung saya tanyakan ke pramusaji.
"Itu bukan daging beneran. Terbuat dari kedelai."
"Oooooo."
Entah efek laper apa doyan, apa enak, atau porsinya yang gak terlalu banyak. Mie campur sayuran wortel dan paprika, ditaburi daun basil ini rasanya menggoyang lidah. Bumbunya light, tapi gurihnya pas. Selesai makan, saya numpang sembahyang. Seperti Naritaya, ada tempat sholat mungil muat satu orang di bagian depan kafe. Alhamdulillah.
Kafe Sekai
http://sekai-cafe.com/
Camilan Halal Lainnya
Seperti saya sampaikan sebelumnya, jumlah produk halal di Jepang mungkin tak sebanyak di Jerman, tempat saya tinggal. Tapi menurut beberapa informasi, meski tidak ada labelnya, ada beberapa jenis makanan kecil ynag berkategori aman. Maksudnya adalah, ia tidak mengandung bahan yang diharamkan.
Tokyo Camii atau Masjid Agung Tokyo |
Menurut info, makanan seperti sushi di supermarket, atau bento-bento yang banyak dijual, asal tidak megandung daging, boleh dikonsumsi. Demikian pula dengan produk-produk ikan. Selain itu, ada beberapa camilan, seperti rice cracker, aman. Cokelat, susu, bermerek Meiji, katanya juga aman dikonsumsi kaum muslim.
Selain itu, ada beberapa jenis makanan yang sudah ada label halalnya. Dan dijual di tempat-tempat tertentu. Seperti Kameya halal yang bisa ditemukan di sebuah toko di Jalan Nakamise, Asakusa. Satu lagi tempat di mana kita bisa mendapat produk halal adalah di Masjid Agung Tokyo, atau Tokyo Camii. Di sini terdapat Baumkuchen dan selai berlabel halal.
No comments:
Post a Comment