Dulu, dulu sekali, sewaktu masih kecil di kampung halaman, ada rumah makan beef steak. Bistik kami menyebutkan. Kata orang enak. Sampai saat ini pun saya belum pernah mencicipi bistik di rumah makan tersebut.
"Kok, gak bikin sendiri, Ma?" tanya saya suatu ketika. Mama saya hobi masak, dan suka menjajal aneka resep. Waktu saya masih kecil, mama sering bikin es krim sendiri. Saya makan pasta pertama kali pun di rumah sendiri.
"Kalau mau bikin kayak gitu, harus punya alat presto. Biar dagingnya empuk. Mahal harganya," kata mama saat itu.
"Alat presto?"
Saya kecil, belum bisa membayangkan. Sebuah alat pengempuk daging dengan relatif cepat. Saya ingat dahulu, dengan kompor minyak tanah, merebus daging hingga matang saja lamanya bukan main. Bisa berjam-jam. Baru setelah kuliah dan pindah ke kota besar, saya baru kenal bagaimana wujud panci presto tersebut.
Setelah menikah, saya mulai mengumpulkan alat dapur. Termasuk presto. Waktu itu kami beli yang murah. Di sebuah supermarket. Mereknya tidak terkenal. Pancinya ada dua macam. Untuk 2,5 dan 6 liter. Tutupnya satu. Ada garansi 2 tahun. Belum dua tahun, ada masalah dengan tutupnya. Kami kembalikan ke service point, dapat tutup baru.
"Kenapa gak beli yang merek Fissler saja, Mbak?" tanya seorang teman. "Punya mamaku awet lho sampai 30 tahun lamanya. Cuma perlu diganti karetnya saja."
"Yaaa, saya mah kalau ada duitnya mau beli yang merek itu," ujar saya dalam hati.
Dan akhirnya sekitar dua tahunan kemudian, tutup presto tersebut rusak lagi. Tak ada garansi, ya sudah, dibetulkan juga tidak tahu caranya. Wadah pancinya masih saya pakai walau tanpa tutup sampai sekarang.
Bertahun lamanya saya bertahan, tak beli alat presto lagi. Ingin beli yang merek Fissler itu kok ya, duitnya belum ngumpul-ngumpul juga. Kadang ada diskon di sebuah toko terkenal di pusat kota, Kaufhof. Tapi ya itu, pas diskon, pas bokek.
Hingga akhirnya ada diskonan panci presto merek Tefal di sebuah toko. Volume 6 liter. Kok jadi pengen pindah ke lain merek, nih. Baca-baca review mengenai produk ini, katanya bagus. Bungkus, deh!!!
Eh, hanya beberapa bulan setelah beli Tefal, godaan datang. Ada diskonan gede-gedean, kalau beli pakai poin di satu supermarket besar. Kami punya poin yang dibutuhkan. Saya galau.
"Beli aja, dari pada kepikiran. Kan itu alat presto idaman kamu," kata suami saya.
"Punya dua presto di rumah? Lagian ukurannya sama. Buat apa?" tanya saya.
"Buat disimpen. Sapa tahu nanti berguna."
Yah, pada akhirnya, saya tidak bisa membohongi hati nurani. Kalau saya memang menginginkan alat presto Fissler itu. Jadi punya dua deh di rumah. Namun yang dipakai yang Tefal dulu.
Memang sangat membantu kegiatan saya di dapur, alat presto ini. Utamanya kalau mau masak daging-dagingan dalam partai besar. Cepat dan hemat listrik. Saya pun bisa praktik bikin bandeng presto lagi. Nyammm.
Saat menggunakan alat presto, jangan lupa memperhatikan aturan pemakaian. Misalnya untuk daging beku, berapa menit, ayam berapa menit, sayuran juga demikian. Memutar tombolnya kamana sebaiknya, dan tutup dengan benar. Agar daging tidak terlalu empuk atau bahkan masih alot. Satu dua kali saya tidak menutup panci dengan benar, sehingga hasil masakannya pun tidak sesuai harapan. Ayam nih yang saya kadang kelamaan, jadinya agak hancur dagingnya.
Selain buat merebus daging, ikan dan sayuran, saya pernah mencoba memasak bubur pakai alat presto. Cepat banget. Ada teman yang mengajari. Sekitar 15 menit sudah berbentuk bubur. Baik bubur ketan hitam atau bubur ayam. Tapi ukuran airnya harus benar-benar pas. Karena beberapa kali, saya membuatnya air terlalu sedikit, sehingga belum jadi bubur, bagian bawahnya sudah gosong.
"Kok, gak bikin sendiri, Ma?" tanya saya suatu ketika. Mama saya hobi masak, dan suka menjajal aneka resep. Waktu saya masih kecil, mama sering bikin es krim sendiri. Saya makan pasta pertama kali pun di rumah sendiri.
"Kalau mau bikin kayak gitu, harus punya alat presto. Biar dagingnya empuk. Mahal harganya," kata mama saat itu.
"Alat presto?"
Saya kecil, belum bisa membayangkan. Sebuah alat pengempuk daging dengan relatif cepat. Saya ingat dahulu, dengan kompor minyak tanah, merebus daging hingga matang saja lamanya bukan main. Bisa berjam-jam. Baru setelah kuliah dan pindah ke kota besar, saya baru kenal bagaimana wujud panci presto tersebut.
Setelah menikah, saya mulai mengumpulkan alat dapur. Termasuk presto. Waktu itu kami beli yang murah. Di sebuah supermarket. Mereknya tidak terkenal. Pancinya ada dua macam. Untuk 2,5 dan 6 liter. Tutupnya satu. Ada garansi 2 tahun. Belum dua tahun, ada masalah dengan tutupnya. Kami kembalikan ke service point, dapat tutup baru.
"Kenapa gak beli yang merek Fissler saja, Mbak?" tanya seorang teman. "Punya mamaku awet lho sampai 30 tahun lamanya. Cuma perlu diganti karetnya saja."
"Yaaa, saya mah kalau ada duitnya mau beli yang merek itu," ujar saya dalam hati.
Dan akhirnya sekitar dua tahunan kemudian, tutup presto tersebut rusak lagi. Tak ada garansi, ya sudah, dibetulkan juga tidak tahu caranya. Wadah pancinya masih saya pakai walau tanpa tutup sampai sekarang.
Bertahun lamanya saya bertahan, tak beli alat presto lagi. Ingin beli yang merek Fissler itu kok ya, duitnya belum ngumpul-ngumpul juga. Kadang ada diskon di sebuah toko terkenal di pusat kota, Kaufhof. Tapi ya itu, pas diskon, pas bokek.
Hingga akhirnya ada diskonan panci presto merek Tefal di sebuah toko. Volume 6 liter. Kok jadi pengen pindah ke lain merek, nih. Baca-baca review mengenai produk ini, katanya bagus. Bungkus, deh!!!
Eh, hanya beberapa bulan setelah beli Tefal, godaan datang. Ada diskonan gede-gedean, kalau beli pakai poin di satu supermarket besar. Kami punya poin yang dibutuhkan. Saya galau.
"Beli aja, dari pada kepikiran. Kan itu alat presto idaman kamu," kata suami saya.
"Punya dua presto di rumah? Lagian ukurannya sama. Buat apa?" tanya saya.
"Buat disimpen. Sapa tahu nanti berguna."
Yah, pada akhirnya, saya tidak bisa membohongi hati nurani. Kalau saya memang menginginkan alat presto Fissler itu. Jadi punya dua deh di rumah. Namun yang dipakai yang Tefal dulu.
Memang sangat membantu kegiatan saya di dapur, alat presto ini. Utamanya kalau mau masak daging-dagingan dalam partai besar. Cepat dan hemat listrik. Saya pun bisa praktik bikin bandeng presto lagi. Nyammm.
Saat menggunakan alat presto, jangan lupa memperhatikan aturan pemakaian. Misalnya untuk daging beku, berapa menit, ayam berapa menit, sayuran juga demikian. Memutar tombolnya kamana sebaiknya, dan tutup dengan benar. Agar daging tidak terlalu empuk atau bahkan masih alot. Satu dua kali saya tidak menutup panci dengan benar, sehingga hasil masakannya pun tidak sesuai harapan. Ayam nih yang saya kadang kelamaan, jadinya agak hancur dagingnya.
Selain buat merebus daging, ikan dan sayuran, saya pernah mencoba memasak bubur pakai alat presto. Cepat banget. Ada teman yang mengajari. Sekitar 15 menit sudah berbentuk bubur. Baik bubur ketan hitam atau bubur ayam. Tapi ukuran airnya harus benar-benar pas. Karena beberapa kali, saya membuatnya air terlalu sedikit, sehingga belum jadi bubur, bagian bawahnya sudah gosong.
Wow, asik banget ternyata ya alat presto itu, Mbak ;)
ReplyDeleteMbak Ira rajin update di blog sekarang ini, saya senang baca-bacanya Mbak ;)
Hihihi, kerap silent reading, sekarang komen deh :D
Makasih sudah mampir, ya..
ReplyDelete