Berikut video rangkuman wisata dan jelajah kuliner di Sumatera Barat. Simak postingan yang lalu tentang sajian rumahan, jajanan, dsb. Postingan kali ini tentang liputan di pasar-pasar tradisional. Lihat juga keindahan alam di dua danau terluas yang ada di Sumatera Barat.
Senangnya…. bisa jalan-jalan ke sini dan berkesempatan mengunjungi tiga pasar tradisional di tiga tempat yang berbeda. Yang pertama pasar Maninjau yang lokasinya berdekatan dengan danau Maninjau. Kedua, pasar di Bukit tinggi yang juga unik. Terakhir pasar Ombilin seperti nama sungai batang ombilin yang berhulu di danau Singkarak. Kedua danau tadi, Maninjau dan Singkarak merupakan dua danau terluas yang ada di Sumatera Barat, dengan Singkarak sebagai juaranya.
Wisata kali ini terasa lebih lengkap diajak jalan-jalan berkunjung ke pasar tradisional. Ngintip sedikit bagaimana roda penghidupan masyarakat setempat. Selain itu, pasar lokal punya daya tarik sendiri karena mereka hanya menjual barang-barang produk sekitar. Seperti kali ini banyak bahan makanan yang unik yang baru pertama kali itu saya lihat.
pasar nagari Maninjau |
Pasar Maninjau
Pasar maninjau masih terlihat tradisionalnya. Penduduk masih bergantung pada hasil perikanan dan alam sekitar. Banyak pedagang yang menjual macam-macam hasil danau dan juga hutan sekitar.
jualan sayuran di pasar maninjau |
Di satu pojok pasar terlihat seorang nenek tua yang menjual hasil buruan dari hutan setempat dan juga hasil taninya, seperti pakis, jamur kuping, kacang tanah. Beneran organik banget pastinya jika sayuran tersebut diperoleh langsung dari hutan.
Di sudut lain saya tertarik dengan seorang nenek juga yang dengan ramahnya memperbolehkan saya memfoto dagangannya yang unik. Kalau kata si uda ini belut yang dikeringkan (baluik). Belut tersebut dibelah dan ditempelkan pada potongan bambu, kemudian digantung dan dikeringkan di bawah sinar matahari, katanya ada juga yang di asap. Cara memasaknya di goreng terlebih dahulu kemudian diberi bumbu apa saja semisal bumbu sambal balado.
Di pasar ini juga banyak orang yang menjual ikan kecil-kecil berwarna cokelat keemasan, ini adalah Ikan bada yang terkenal berasal dari maninjau. Ikan ini biasanya dijual dalam bentuk digoreng atau diasap (masiak). Yang diasap bernama bada masiak berwarna kuning cokelat keemasan, biasanya di masak balado atau lado mudo.
Selain itu ada ikan kecil-kecil mirip ikan impun. Ikan ini bisa dimasak segar dengan digoreng. Uni ceni memasaknya dengan menambah tepung, garam gula, bawang daun dan seledri kemudian digoreng dan jadilah perkedel rinuak. Rasanya lezat jika disantap hangat-hangat untuk cemilan atau sebagai lauk nasi. Rinuak enak juga dipalai atau dipepes atau digoreng garing. Penduduk setempat mengawetkan Rinuak dengan cara diasap. Rinuak dikumpulkan dan dibentuk bulat2 gepeng seperti burger dan diasap. Jika sudah diasap bisa dimasak dengan bumbu balado.
ikan rinuak yang dijual di pasar maninjau |
Bang wan bercerita, jika ingin menangkap ikan yang dalam bahasa setempat disebut Rinuak ini, harus sebelum waktu fajar menyingsing. Beri lampu di atas permukaan air danau, maka ikan kecil2 itu akan berkumpul dibawahnya. Ikan pun dijaring perlahan-lahan menggunakan jaring yang rapat. Hal ini dilakukan berkali-kali supaya ikan yang terjaring banyak.
Ada juga yang menjual udang lobster danau, ikan danau, kerang kecil yang disebut pensi (Bahasa minang), remis klo dalam Bahasa sunda.
pensi berbumbu |
Si uda sangat tertarik dengan pensi yang sudah dibumbui, yang mengingatkan masa kecilnya dulu. Katanya suka balapan makan pensi ini dengan sepupunya. Akhirnya kami membeli sekantung kecil pensi yang sudah ditumis dengan bumbu-bumbu, diberi irisan bawang daun dan daun pandan. Makannya butuh kesabaran, kayak makan kuaci, harus dibuka dulu cangkangnya baru diseruput isinya. Bentuknya kecil dan isinya juga mini banget, tapi rasanya memang enak, meski ada sedikit aroma pandan yang berasa asing dimulut saya.
Bagi yang suka durian, durian di sini mirip banget dengan durian monthong dari Bangkok. Dagingnya kuning, baunya tidak menyengat, pulen ketika dimakan, maknyuss banget deh, bikin ketagihan. Kami peroleh dari abang Wan yang langsung mengambilnya dari hutan. Jadi cara panennya tidak dipanjat melainkan mengambil durian yang sudah jatuh di bawah pohonnya. Kalau bisa katanya pergi pagi-pagi ke hutan, supaya bisa lebih awal dari hewan penyuka durian lain, seperti kera, babi hutan, landak dan kawan-kawan. Kalau telat pasti sudah di makan mereka duluan. Aih gak nyangka ternyata penggemar durian banyak euy.
Pasar Bukit Tinggi
Berbeda dengan pasar di Maninjau, pasar di sini lebih luas dan terlihat lebih modern. Lokasi pasar dekat dengan pusat kota. Dari jam gadang, jalan masuk menuju pasar bisa terlihat jelas. Pasar di Bukit tinggi dibagi menjadi beberapa bagian, pasar atas, pasar bawah dan pasar lereng karena lokasinya miring seperti di lereng.
Pasar atas menjual baju-baju utamanya baju sulaman khas Padang. Sedangkan pasar bawah menjual makanan, dan nasi kapau bisa dicari disini. Jika ingin mencari oleh-oleh seperti tas-tas, gantungan kunci, magnet dsb, bisa dicari di pasar lereng. Sayangnya yang dibukit tinggi tidak terlalu banyak foto-foto, padahal pasarnya juga unik.
Pasar atas menjual baju-baju utamanya baju sulaman khas Padang. Sedangkan pasar bawah menjual makanan, dan nasi kapau bisa dicari disini. Jika ingin mencari oleh-oleh seperti tas-tas, gantungan kunci, magnet dsb, bisa dicari di pasar lereng. Sayangnya yang dibukit tinggi tidak terlalu banyak foto-foto, padahal pasarnya juga unik.
Pasar Ombilin
Di pasar yang kedua di dekat danau singkarak, kami hanya turun sebentar. Pasar itu bernama pasar ombilin berada di jalan Lintas Solok, pinggir danau singkarak. Sepertinya yang dibagian pinggir jalan adalah pasar kaget yang hanya buka dipagi hingga siang. Target kami kali ini adalah ikan bilis atau ikan bilih titipan teman. Ikan ini katanya endemic, berasal dari danau singkarak ini.
Tak disangka ternyata ikan itu muahal sekali 1 kg ditawarkan 400 ribu rupiah. Wuih belum pernah saya membeli ikan asin semahal itu di Indonesia. Karena titipan teman akhirnya kami beli juga setelah ibu berhasil tawar dengan harga 70 ribu untuk ¼ kilo nya.
Ikan bilis atau bilih berukuran lebih kecil dari pada ikan bada yang ada di maninjau, pendek tetapi sedikit melebar. Warnanya juga terlihat lebih terang. Ikan bilis ini katanya bisa hidup juga di danau toba, tapi ukurannya yang di danau toba lebih besar dari pada yang di singkarak dan disana disebut dengan nama lain.
Yang saya temukan di pasar diawetkan dengan cara dikeringkan dan diasinkan. Kata tante rasanya enak tidak terlalu asin. Saya sendiri tidak sempat coba, hanya beli dua plastic ¼ kg, yang satu titipan teman yang satu lagi untuk tante di Bandung. Setelah kami melaju jauh dari pasar ombilin, baru berasa sesal, kenapa gak beli sekalian banyak, dah jauh-jauh padahal... hikss… *jadikan alasan tuk balik lagi kesana.
Ikan ini memang sebelumnya dicap terancam punah, akibat eksploitasi masal tanpa diikuti regenerasi dan pemanenan yang tidak sistematik. Mungkin karena rasanya yang enak, banyak permintaan sehingga membuat para nelayan terlalu ambisi menangkapnya hingga mengancam keberadaan ikan . Mungkin ini juga yang memicu harga ikan yang melambung tinggi. Selain itu katanya pembangunan PLTA juga membuat ikan ini susah berregenerasi. Ketika akan berkembang biak, ikan ini akan bergerak menuju sungai untuk bertelur dan pembuahan terjadi disana. Jika telur ikan itu menetas maka akan terbawa ke danau dan di sana ikan akan tumbuh besar. Demikian siklus berulang.
Namun saat ini pemerintah daerah sudah memperhatikan dan sudah memproduksi bibit di muara sungai serta memperkenalkan cara budidaya ikan ini pada penduduk sekitar. Supaya keberlangsungan ikan ini tetap terpelihara dan kita sebagai konsumen tetap bisa menikmati ikan yang hanya bisa dibudidayakan di singakrak dan danau toba ini.
Selain ikan bilis banyak juga ikan asin lainnya yang di jual, seperti terlihat dalam gambar. Beraneka ragam cemilan juga ikut terjepret kamera saya, seperti macam-macam keripik, ada juga keripik belado yang warna merah cabenya dahsyat banget, cemilan angka delapan, dll. Cocok untuk oleh-oleh.
Danau singkarak adalah danau tektonik yang airnya memiliki mineral tertentu. Hanya beberapa jenis ikan saja yang tercatat bisa hidup di danau ini. Berbeda dengan Maninjau, yang merupakan danau vulkanik. Disana orang bisa budidaya ikan. Sehingga banyak orang membuat keramba (tempat budidaya ikan) di danau Maninjau. Sisi negatifnya, air danau jadi terkontaminasi dengan pakan ikan buatan. Hal ini yang disayangkan oleh ayah. Dahulu danau maninjau airnya sangat-sangat jernih. Orang bisa melihat ikan berenang-renang di dasar tanpa halangan. Sekarang air danau terlihat lebih keruh.
Sebaliknya di danau Singkarak, karena airnya tidak cocok untuk budidaya ikan, jadi jarang orang membuat keramba, air danau masih terlihat jernihnya. semoga masyarakat tetap proaktif untuk memelihara kebersihan dan keindahannya, hingga cucu cicit kita masih bisa lihat indahnya alam di dua danau tersebut.
Schön, buek nambah taragak nio jalan ka sinan...
ReplyDeleteayo mudik mas sis
Deleteeleuh eleuh... itu makanan bikin ngiler ajah..
ReplyDeleteayo jalan2 kesana lagi mba ira
DeleteSalam kenal mbak ..penasaran dengan gulai paku di pinggi danau maninjau.Boleh saya tahu bang wan itu chef salah satu penginapan di danau maninjau ?
ReplyDeletesalam kenal juga mbak henny. bang wan itu saudara di sana mbak. jadi dia bukan chef, tapi istrinya pintar memasak.
Deleteliat mesjid di jalan ke pasar bawah bukittinggi "jenjang 40" mbak, jd pengen shalat di mesjid itu lagi, kalo saya bilangnya mesjid naneh mbak, soalnya arsitekturnya mirip nenas, ckckck :)
ReplyDeletewaah sayang banget, kami tidak sempat mampir kesana :((
Delete